Blog Archives

Analisis Kasus Penyiaran (OLC) 2

Opera Van Java Dilaporkan ke KPI Terkait Kampanye Andre Taulany

 Acara komedi Opera Van Java (OVJ) dilaporkan ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). OVJ dinilai memuat kampanye terselubung calon Wakil Walikota Tangerang Selatan, Andre Taulany. Direktur LSM Kebijakan Publik Tangerang, Ibnu Jandi, mengaku memiliki bukti rekaman episode OVJ yang dinilainya bermasalah. Di situ ditunjukan dugaan adanya kampanye terselubung oleh Andre Taulany.

“Kami telah menyerahkan satu flashdisc yang berisi rekaman penayangan OVJ ke KPI. Bahwa terekam terduga ada kampanye terselubung,” ujar Ibnu Jandi, di Tangerang, Selasa (18/01/2011). Penayangan tersebut diduga mengandung unsur-unsur muatan politik atau menurutnya, marketing politik. Hal dimaksud diduga melanggar UU No 32/2002 Pasal 2, 3, 4, dan 5. “Dugaan pelanggaran itu di antaranya Pasal 2, bahwa penyiaran diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dengan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian, kebebasan, dan tanggung jawab,” katanya.

Andre sebagai artis OVJ dituding menyelipkan kampanye dalam tayangan OVJ. Padahal, Andre adalah kandidat Wakil Walikota Tangerang Selatan yang berpasangan dengan Arsid. “Artinya masih dalam suasana hari tenang dan kondisi dan situasi politik dan demokrasi di Kota Tangerang Selatan seharusnya juga dapat dipahami oleh stasiun TV manapun, termasuk TRANS 7. Sehingga azas keadilan, pemerataan-nya juga dapat terpenuhi oleh TRANS 7,” terangnya.

BERILAH ANALISA ANDA TENTANG KASUS DI ATAS. ANALISA BERSIFAT PRIBADI/PERSONAL

Menurut pendapat saya seharusnya Andre tidak main di OVJ selama menjadi kandidat dalam kampanye karena akan merugikan pihak lawannya. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa sebelum mencalonkan diri sebagai calon wakil wali kota tanggerang selatan, Andre adalah seorang artis dan kemunculannya di tanggerang bukanlah sebagai bagian dari  kampanye melainkan menjalankan aktivitasnya sesuai dengan kontrak yang telah dibuatnya.

Lebih jauh, Andre juga menjelaskan bahwa tim suksesnya selama ini tak pernah mengenal para pemain OVJ dan pihak televisi pun sebagai lembaga yang netral tak memiliki tendensi apa-apa dalam meliput acara tersebut.

Kapanlagi.com – Ketua Panwaslu Tangerang Selatan (Tangsel), Sarono Budiharjo, mengungkapkan bahwa pemanggilan yang ditujukan pada Calon Wakil Wali Kota Tangsel, Andre Taulani, seputar dugaan pelanggaran pemain OPERA VAN JAVA (OVJ) tersebut adalah berkenaan dengan klarifikasi soal apa yang terjadi di Pendopo Kabupaten Tangerang pada tanggal 29 Desember 2010, saat tim OVJ diundang oleh ibu-ibu PKK dalam rangka ulang tahun kabupaten Tangerang.

Dan Sarono menegaskan bahwa tak ada korelasi secara langsung keterkaitan Andre dengan kegiatan di sana.

“Kebetulan kegiatan itu dilakukan di Tangerang dan bukan wilayah di mana saudara Andre melakukan pencalonan. Kalau di wilayah lain tapi ada indikasi dimobilisasi ke arah sana, jelas itu ada suatu pelanggaran. Tapi di sini saya tidak melihat itu. Yang kedua acara tersebut dilakukan oleh ibu-ibu PKK di Kabupaten Tangerang,” jelasnya saat ditemui di Kantor Panwaslu Jl. Raya Puspitek Buaran Permai No 80, Buaran Serpong Kota Tangerang Selatan, Senin (17/1).

Sarono menambahkan bahwa apa yang dilakukan oleh mantan personil grup Stinky tersebut adalah murni profesional dan sesuai dengan kontrak kerja yang sudah disepakati.

“Saat ini belum ada keputusan apakah saudara Andre ini bersalah atau tidak, karena nanti kita rapat pleno Panwaslu untuk memutuskan bersama dari kita bertiga anggota, untuk dikonfrontir dan kita kaji bersama.”

“Tadi sudah kita tanyakan ke Andre apa itu spontanitas atau bukan. Kalau itu dibuat berdasarkan by design (disengaja) akan kita limpahkan ke KPI, karena lembaga itu yang berhak. Kalau spontanitas itu sulit untuk menyatakan sebagai sesuatu yang dirancang,” tandasnya.

Analisis Kasus Penyiaran (OLC)

KASUS PROGRAM SILET-RCTI

“Secara sah dan meyakinkan kasus itu dihentikan,” kata Aminal Umam di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (13/9/2011). Hakim mengungkapkan penanganan kasus yang dilakukan penyidik Mabes Polri telah maksimal dengan mencermati keterangan saksi dan mengaitkannya kepada saksi ahli. Tayangan “SILET” pada 7 November 2010 tentang letusan Gunung Merapi dinyatakan masuk kategori “news” atau berita. “Berdasarkan karakteristik dan anasir bahwa produk news,” kata Aminal. Maka, kata Aminal, penyidik dapat menghentikan penyelidikan karena bukan kewenangan Polri. Aminal juga mengatakan ada bukti lainnya yakni permintaan maaf dari RCTI kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang berisi penjelasan dan kalrifikasi tayangan tersebut. “Sudah maksimal dan penghentian perkara karena tidak cukup bukti,” imbuhnya.

Menanggapi keputusan tersebut, pengacara KPI, Dwi Ria Latifa akan melakukan upaya banding. “Ini bukan masalah adu ilmu, tapi pembelajaran agar tayang dapat dipertanggungjawabkan,” kata Dwi.

Gugatan berawal ketika KPI melaporkan PT Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) atas penayangan program tayangan SILET yang mengulas tentang aktivitas Gunung Merapi di Yogyakarta saat kondisinya masih dalam status level IV (Awas). Laporan tersebut tertuang dalam no LP/820/XI/2010/Bareskrim.

Atas pengaduan masyarakat, KPI lalu membuat laporan ke Mabes Polri dengan UU No 1 tahun 1946 tentang peraturan pidana jo UU no 73 tahun 1958 tentang siaran SILET pada tanggal 7 November 2010 pukul 11.00 WIB, yang telah menimbulkan keonaran dan terjadi kegemparan di kalangan rakyat Yogyakarta sebagaimana yang disampaikan oleh masyarakat dalam bentuk pengaduan KPI yang diduga dilakukan PT RCTI. Namun seiring perkembanganya, KPI menerima surat pemberitahuan dari Mabes Polri pada tanggl 28 Maret 2011 no B/53/III/2011/Tipiter, kasus itu dihentikan tanpa cukup bukti.

PANDUAN:

BERIKAN KOMENTAR (ANALISIS) ANDA DALAM KASUS INI-MINIMAL 3 PENDAPAT PRIBADI 

Kasus ini bermula pada 7 November 2010, saat RCTI menayangkan program infotainment Silet tentang aktivitas gunung Merapi di Yogyakarta. Usai siaran tersebut, KPI menerima banyak aduan masyarakat yang menilai siaran tersebut mengandung unsur berlebihan, bohong dan tidak pasti. KPI juga menilai tayangan tersebut telah membuat keonaran, kegemparan di kalangan masyarakat.

Oleh KPI, tayangan Silet tanggal itu telah melanggar UU Penyiaran Pasal 36 ayat 5, dimana berbunyi, “Isi siaran dilarang: a. bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong. Ini adalah pasal pidana dan pelanggaran dari pasal ini diancam pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah untuk penyiaran radio dan dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) untuk penyiaran televisi. Ini diatur dalam pasal 57 UU Penyiaran nol. 32/2002.

tim Silet ingin membangun sebuah teori mengenai kemungkinan akan terjadinya letusan Gunung Merapi yang lebih besar dengan sejumlah argumen, mulai dari Ramalan Joyoboyo, pendapat “ahli vulkanologi dunia”, maupun pendapat ahli dari Lapan yang mengatakan kebanyakan gempa bumi dan tsunami terjadi pada saat bulan baru atau bulan purnama. Tim Silet mengasumsikan bahwa tanggal 8 November adalah bulan baru atau bulan purnama. Asumsi yang menimbulkan kekacauan ini tidak dapat dipertanggung jawabkan. Informasi bahwa ledakan akan terjadi esok harinya diberikan kepada masyarakat tanpa dikonfirmasikan kepada pihak pihak yang memang ahlinya dalam bidang volkanologi.

Menurut pendapat saya, penayangan acara Silet yang membahas mengenai aktivitas gunung merapi  dengan content yang tidak dapat dipertanggungjawabkan merupakan sebuah kelalaian. Acara tersebut seolah tidak memperdulikan warga Jogyakarta yang akan terpengaruh oleh isi tayangan tentang ramalan malapetakan dan malah menimbulkan kekacauan di DIY. Silet melebih lebihkan isi informasi yang disampaikan kepada masyarakat. Saat terjadi musibah seperti gunung merapi harusnya tanyangan silet lebih menfokuskan pada penyampaian simpati bukanya malah menambah ketakutan warga DIY.

Keputusan KPI untuk menghentikan tayangan Silet ternyata banyak mendapat dukungan dari masyarakat yang khawatir dengan penayangan berisi ramalan malapetaka yang secara teori tidak dapat dipertanggung jawabkan tersebut. Terlebih lagi Silet juga sering menayangkan hal-hal berbau mistis dan banyak pihak yang merasa silet tidak layak tayang. Mengenai kekacauan yang ditimbulkan karena penayangan ramalan malapetaka di DITY karena letusan gunung merapi, pihak Silet secara langsung meminta maaf atas isi tayangannya. Namun masyarakat merasa permintaan maaf saja tidak cukup dan berharap kasus yang dibatalkan oleh mabes polri ini dapat disidangkan karena kekhawatiran masyarakat mengenai efek yang akan ditimbulkan program silet apabila terus ditayangkan.