Daily Archives: May 18, 2013

Teori Pelanggaran Harapan

Judee Burgoon ( 1978) pertamakali merancang teori pelanggaran pengharapan ( Expectancy Violation Theory) untuk menjelaskan konsekwensi dari perubahan jarak dan ruang pribadi selama interaksi komunikasi antar pribadi. Theory ini adalah salah satu teori pertama tentang komunikasi yang dikembangkan oleh sarjana komunikasi. Theory expct violation secara terus menerus ditinjau kembali dan diperluas; hari ini teori digunakan untuk menjelaskan suatu cakupan luas dari hasil komunikasi yang dihubungkan dengan pelanggaran harapan tentang perilaku komunikasi . (Infante, 2003: 177)

Studi tentang penggunaan ruang dan jarak dalam berkomunikasi atau lebih populer disebut Proksemik sebenarnya telah dikembangkan oleh Edward T. Hall sejak tahun 1960-an. Dalam teorinya, Hall membedakan empat macam jarak yang menurutnya mengambarkan ragam jarak komunikasi yang diperbolehkan dalam kultur Amerika yakni jarak intim (0 – 18 inci), jarak pribadi (18 inci – 4 kaki), jarak sosial (4 -10 kaki), dan jarak publik (lebih dari 10 kaki).

Terkait dengan keempat macam jarak tersebut kemudian timbul pertanyaan-pertanyaan seperti berikut; Apa yang akan terjadi ketika seseorang menunjukkan tingkah laku yang mengejutkan atau diluardugaan? atau bagaimana persepsi seseorang terhadap tingkah laku yang mengejutkan tersebut bila dikaitkan dengan dayatarik antarpribadi?. Berawal dari pertanyaan semacam itulah kemudian Burgoon meneliti perilaku komunikasi masyarakat Amerika yang menghantarkannya pada penemuan sebuah teori yang kemudian dikenal sebagai Expectancy Violation Theory.

ESENSI TEORI

Teori ini bertolak dari keyakinan bahwa kita memiliki harapan­-harapan tertentu tentang bagaimana orang lain sepatutnya berperilaku atau bertindak ketika berinteraksi dengan kita. Kepatutan tindakan tersebut pada prinsipnya diukur berdasarkan norma-norma sosial yang berlaku atau berdasarkan kerangka pengalaman kita sebelumnya (Field of Experience). Terpenuhi tidaknya ekspektasi ini akan mempengaruhi bukan saja cara interaksi kita dengan mereka tapi juga bagaimana penilaian kita terhadap mereka serta bagaimana kelanjutan hubungan kita dengan mereka

Bertolak dari pernyataan diatas kemudian teori ini berasumsi bahwa setiap orang memiliki harapan-harapan tertentu pada perilaku orang lain. Jika harapan tersebut dilanggar maka orang akan bereaksi dengan memberikan penilaian positif atau negatif sesuai karakteristik pelaku pelanggaran tersebut.

Sebuah contoh kecil mungkin akan memperjelas pemahaman anda tentang asumsi teori ini. Anggaplah anda seorang gadis jujur yang sedang ditaksir dua orang pemuda.. Anda tidak bingung karena jelas anda hanya menyukai salah seorang diantara mereka. Apa yang terjadi ketika pemuda yang anda senangi tersebut menemui anda dan berdiri terlalu dekat sehingga melanggar jarak komunikasi antarpribadi yang diterima secara normatif? Besar kemungkinan anda akan menilainya secara positif. Itulah tanda perhatian yang tulus atau itulah perilaku pria sejati ujar anda. Namun bagaimana halnya bila yang melakukan tindakan tersebut pria yang bukan anda senangi? Anda akan bereaksi secara negatif. Anda akan mengatakan bahwa orang itu tidak tahu sopan santun atau mungkin dalam hati anda akan berujar “Dasar, kurang ajar. Tidak tahu diri!”

Jadi kita menilai suatu pelanggaran didasarkan pada bagaimana perasaan kita pada orang tersebut. Bila kita menyukai orang tersebut maka besar kemungkinan kita akan menerima pelanggaran tersebut sebagai sesuatu yang wajar dan menilainya secara positif. Sebaliknya bila sumber pelanggaran dipersepsi tidak menarik atau kita tidak menyukainya maka kita akan menilai pelanggaran tersebut sebagai sesuatu yang negatif.

Rokok

Topik : ‘All about cigarettes’

Pemerintah dan beberapa lembaga terkait (antara lain : Depkes, YLKI, Organisasi Wanita Tanpa Tembakau, Komunitas Anti Asap Rokok), dll saat ini sedang gencar-gencarmya mempermasalahkan “R O K O K”.

Ada 3 (tiga) hal yang muncul mengenai ROKOK, yaitu :

  1. Bagi pemilik kartu GAKIN (Keluarga Miskin) berhak memperoleh pelayanan dan perawatan kesehatan gratis dari pemerintah, namun jika ybs merokok/perokok aktif (akan diketahui dari test darah), maka tak akan memperoleh fasilitas pelayanan medis gratis lagi dari pemerintah. Perokok aktif tersebut akan kembali diberi pelayanan gratis jika ybs berhenti merokok (bisa dibuktikan  juga dengan tes darah). Menurut data di lapangan, 60 juta penduduk di Indonesia (dari 230 juta jiwa) adalah perokok. Dan dari 60 juta jiwa, 70 % nya tergolong dalam masyarakat miskin. 22 % dari penghasilan masyarakat miskin dibelanjakan unutk konsumsi rokok.
  2. Tembakau akan dijadikan zat adiktif (yang dapat memicu hormon tertentu sehingga membuat orang ketagihan/kecanduan/addiction). Jika di golongkan sebagai zat adiktif, maka dianggap sama dengan narkoba dan minuman keras. UU tentang hal ini sedang digodok di DPR
  3. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) memfatwakan bahwa : MEROKOK adalah HARAM. Pernyataan ini didukung penuh oleh salah satu organisasi kemasyarakatan MUHAMMADIYAH. Hal ini didasari penelitian terkini, bahwa ditemukan fakta bahwa filter rokok mengandung Haemoglobin BABI (darah babi) yang bertujuan untuk menyaring zat-zat/racun yang terdapat dalam rokok. Mengingat BABI diharamkan bagi muslim, maka semestinya semua muslim yang merokok mengetahui konsekuensi dari tindakan merokok. Bola panas dikembalikan kepada perokok muslim : apakah tetap memanjakan kesenangan diri sendiri dengan tetap merokok tetapi bertentangan dengan ajaran agama.

 

Pertanyaan :

A. Berikan argumentasi dan pandangan anda tentang ketiga isu ini.

B. Jabarkanlah pendapat anda berkaitan dengan ETIKA dan ETIKET (manner) tentang masih banyaknya orang yang merokok di ruang ber-AC atau  di tempat yang bertanda “DILARANG MEROKOK”, atau di dekat orang lain yang tak merokok (perokok pasif).

Pendapat Saya:

A)   Tidak memberikan layanan kesehatan gratis bagi pemilik kartu GAKIN yang merupakan perokok bisa dianggap sebagai salah satu tindakan kecil yang dilakukan pemerintah untuk mengurangi perokok di Indonesia. Namun bila dipikirkan kembali, tentu semua orang yang merokok tahu bahayanya rokok dan penyakit berbahaya apa saja yang akan dideritanya, namun tidak mengurungkan niat mereka untuk merokok. Hal ini bisa dijadikan bahan berpikir, bagaimana bila saat seorang perokok aktif yang miskin lalu jatuh sakit dan tidak bisa mencari pengobatan karena kartu GAKIN nya “dibekukan”  lebih memilih untuk membiarkan penyakitnya dan berujung pada kematian? Bagaimana dengan seorang mantan perokok aktif namun didalam darahnya belum benar benar bersih dari kandungan nikotin dari rokok (yang butuh 6tahun untuk bersih dari nikotin) ?

Tembakau dijadikan zat adiktif. Tentu hal ini mengundang kontroversi bagi masyarakat karena pada dosis tertentu tembakau dapat digunakan untuk hal yang positif.

Fatwa MUI mengenai rokok adalah haram sebenarnya masih menyisahkan pilihan bagi masyarakat islam yang perokok. Zat darah babi yang dijadikan filter rokok itu tidak ada di rokok kretek maka tentu mereka bisa saja merokok dengan rokok kretek yang dianggap tidak haram.

B)   Merokok di ruang ber AC tentu mengganggu orang orang yang pada saat itu berada didalam ruangan yang sama. Bisa dianggap sebagai tindakan tidak beretika yang menggangu kenyamanan orang lain karena merokok di ruang ber AC dan tentu tidak salah bila ditegur.

Merokok ditempat bertuliskan DILARANG MEROKOK harusnya adalah tindakan memalukan. Sudah jelas dilarang tapi masih merokok dan tidak menghiraukan tata krama bermasyarakat.

Merokok didekat perokok pasif jelas sangat merugikan. Asap yang dihembuskan oleh perokok aktif mengandung banyak racun yang lebih beracun dan mematikan bagi perrokok pasif. Harus sadar lingkungan dan tahu etika dalam masyarakat.

Fenomenologi

Fenomenologi adalah sebuah studi dalam bidang filsafat yang mempelajari manusia sebagai sebuah fenomena. Sedangkan dalam Ilmu Komunikasi, Fenomenologi memandang komunikasi sebagai pengalaman melalui diri sendiri atau diri orang lain melalui dialog.

Tradisi memandang manusia secara aktif menginterpretasikan pengalaman mereka sehingga mereka dapat memahami lingkungannya melalui pengalaman personal dan langsung dengan lingkungan. Tradisi fenomenologi memberikan penekanan sangat kuat pada persepsi dan interpretasi dari pengalaman subjektif manusia.

Pendukung teori ini berpandangan bahwa cerita atau pengalaman individu adalah lebih penting dan memiliki otoritas lebih besar dari pada hipotesa penelitian sekalipun. Fenomenologi digunakan dalam teori-teori tentang pesan, hubungan interpersonal, budaya dan masyarakat.

Berbagai perbedaan yang terkandung dalam masing-masing kelompok tradisi komunikasi tersebut mempengaruhi pada cara melakukan riset atau penelitian komunikasi dan mempengaruhi pilihan teori yang akan digunakan. Setiap teori menggunakan cara atau metode riset yang berbeda yang secara umum dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar paradigma penelitian yaitu objektif dan interpretatif.